Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Lingkungan Indonesia (IATPI) kembali menyelenggarakan webinar series Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan topik “Good Practice Konservasi Mata Air Senjoyo Mendukung Ketersediaan Air Baku Air Bersih di Kota Salatiga”. Kegiatan yang diselenggarakan pada 13 September 2025 ini menjadi forum penting untuk membahas upaya konkret menjaga keberlanjutan sumber air baku melalui konservasi mata air.
Webinar dibuka oleh Ketua Umum IATPI Endra S. Atmawidjaja, yang menegaskan pentingnya ketersediaan air baku sebagai “nyawa” dari SPAM. “Transformasi sektor air minum bukan hanya untuk memperluas cakupan layanan, tetapi juga memastikan air minum yang layak berubah menjadi air minum yang aman 100% pada 2030. Persoalan air minum ini bukan hanya masalah teknis tetapi juga ada kelembagaan, pembiayaan, koordinasi antar lembaga ditambah lagi persoalan yang sifatnya eksternal seperti climate change dan bencana.,” ujar Endra.
Sesi pemaparan materi menghadirkan dua narasumber yang berpengalaman di bidangnya.
Narasumber pertama yaitu Ilham Sulistiyana, Kepala Bagian Teknik Perumda Air Minum Kota Salatiga, memaparkan kondisi Mata Air Senjoyo yang sempat mengalami penurunan debit signifikan sejak tahun 2000 dengan rata-rata penurunan 44,5 liter per tahun. Hal ini berdampak pada berkurangnya suplai air.
Sebagai solusi, PDAM bersama para pemangku kepentingan melakukan berbagai upaya konservasi, diantaranya pembuatan 820–1.000 sumur resapan di area tangkapan (catchment area) Mata Air Senjoyo, penanaman pohon bersama Kantor Lingkungan Hidup dan Taman Nasional Merbabu, pembentukan Forum Senjoyo, serta koordinasi dengan BBWS, PJT 1, dan KLHK dalam rangka pengamanan ketersediaan air baku dan penghijauan.
Narasumber kedua, Asep Atju Surahmat Mulyana, Praktisi Water Resources Management and Climate Change Adaptation, menjelaskan secara teknis konsep sumur resapan sebagai teknologi konservasi sederhana namun berdampak besar. “Sumur resapan adalah teknik konservasi air dan lahan yang berfungsi menangkap, menahan, dan meresapkan air hujan atau run off ke dalam tanah sehingga menjadi cadangan air tanah. Metode ini mudah dikerjakan, biayanya relatif murah, efektif meningkatkan cadangan air tanah, dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Asep juga memaparkan persyaratan teknis pembuatan sumur resapan, mulai dari pemilihan lokasi, jarak minimal dari bangunan, hingga pentingnya memastikan tidak ada sumber polutan di sekitar lokasi. Ia menegaskan bahwa meskipun perubahan iklim memperburuk kondisi, curah hujan sebenarnya tidak berkurang secara signifikan. Kuncinya adalah memanfaatkan air hujan sebaik mungkin melalui intervensi seperti sumur resapan.
Melalui webinar ini, IATPI mendorong sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga keberlanjutan sumber air baku Upaya ini diharapkan dapat mempercepat tercapainya target akses air minum aman bagi seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 2030.