Jakarta, 13 Juni 2025 — Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia (IATPI) kembali menegaskan peran strategisnya dalam mendorong peningkatan kualitas layanan sanitasi di Indonesia melalui penyelenggaraan workshop bertajuk “Tata Kelola Sektor Sanitasi”, yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2025.

Acara ini dibuka oleh Ketua Umum IATPI, Endra S. Atmawidjaja, yang menyoroti pentingnya pengelolaan air limbah sebagai bagian integral dari pembangunan berkelanjutan. Ia menekankan bahwa hingga saat ini belum ada undang-undang khusus terkait air limbah, dan regulasi masih terbatas pada level peraturan menteri. Padahal, tanpa pengelolaan air limbah yang baik, sumber air baku dapat tercemar, biaya operasional meningkat, dan tarif air bisa menjadi tidak terjangkau.

“Mengelola air limbah bukan hanya soal infrastruktur, tapi soal menjaga kesehatan lingkungan dan keberlanjutan layanan. Toilet lebih penting dari internet. Kita perlu alokasikan sumber daya untuk sanitasi,” ujar Endra. Ia juga menegaskan kesiapan IATPI sebagai asosiasi terakreditasi dalam membantu mencetak tenaga kerja yang kompeten di bidang ini.
Workshop ini dimoderatori oleh Prof. Dr.-Ing. Ir. Prayatni Soewondo, MS, Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB sekaligus Dewan Pakar IATPI.

Dalam sesi diskusi, Agustan, Direktur Utama Perumda Air Minum Toya Wening Kota Surakarta, memaparkan pengalaman kotanya dalam pengelolaan air limbah. Dengan landasan hukum yang masih terbatas, pengelolaan tetap dilakukan melalui RPJMD dan rencana induk daerah. Sekitar 30% penduduk kota ditargetkan terlayani melalui sistem perpipaan, sementara sisanya menggunakan tangki septik. Agustan menyoroti peran kuat wali kota Surakarta dalam mendorong kesadaran masyarakat serta dukungan USAID dalam memulai layanan lumpur tinja terjadwal (L2T2).

Asri Indiyani, Direktur Teknik & Usaha Perumda Paljaya, membagikan pengalaman Jakarta dalam menghadirkan layanan air limbah sesuai amanat Perda No. 10 Tahun 2024. Ia menjelaskan bahwa setiap warga Jakarta diwajibkan menjadi pelanggan SPALD-T dan mengikuti program penyedotan lumpur tinja. Namun, tantangan besar masih dihadapi, terutama terkait kesadaran masyarakat terhadap praktik buang air besar sembarangan (BABS) yang tertutup.

Perumda Paljaya aktif melakukan kampanye edukasi melalui media sosial, program diskon sedot tinja, CSR, dan kunjungan edukatif dari anak-anak SD hingga mahasiswa, guna membentuk agen perubahan sejak dini.

Dalam sesi penutup, Irma M. Setiono, Task Team Leader dari World Bank, menegaskan bahwa sanitasi tidak lagi hanya soal pembangunan infrastruktur, melainkan soal penyediaan layanan. Ia mendorong transformasi sektor ini melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan mencontoh model Durban, Afrika Selatan, Irma menekankan perlunya pelibatan sektor swasta dan NGO dalam penyedotan lumpur serta pengelolaan limbah.
“Transformasi sanitasi akan berdampak langsung pada kesehatan publik, penurunan emisi gas rumah kaca, dan menjadikan air limbah sebagai sumber daya terbarukan,” ujar Irma.

Workshop ini menjadi bukti nyata kolaborasi lintas sektor dalam mendorong tata kelola sanitasi yang lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan untuk mencapai target SDGs dan Indonesia yang lebih sehat.

Share this post on: